EVALUASI KEBIJAKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan suatu program, pastilah
dibutuhkan evaluasi. Begitu pula dalam proses perumusan kebijakan pendidikan.
Setelah proses formulasi hingga pelaksanaan kebijakan, barulah dilakukan
evaluasi kebijakan. Pengadaan evaluasi ini burfungsi untuk mengetahui seberapa
jauh program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan berjalan dan sebagai perbaikan
untuk program yang selanjutnya.
Evaluasi yang dilakukan dalam kebijakan
pendidikan merupakan proses akhir dari seluruh langkah-langkah untuk merumuskan
kebijakan. Dalam melakukan proses terakhir ini terdapat beberapa model yang
dapat digunakan dalam menilai hasil-hasil kebijakan. Model inilah yang menjadi
langkah selanjutnya setelah melihat permasalahan yang ada dalam perumusan
kebijakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya sebuah kajian evaluasi
kebijakan guna pembelajaran dan sebagai pengetahuan lebih mendalam untuk
selanjutnya dapat diterapkan dalam sebuah proses penilaian. Oleh karena itu,
dalam makalah ini, kami sebagai penulis akan memaparkan mengenai evaluasi
kebijakan yang terfokus pada model, proses dan permasalahan saat evaluasi dalam
ranah pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian evaluasi kebijakan pendidikan?
2. Apa saja model evaluasi kebijakan pendidikan?
3. Bagaimana
kriteria evaluasi kebijakan pendidikan?
4. Bagaimana
evaluasi proses kebijakan pendidikan?
5.
Apa saja permasalahan dalam evaluasi kebijakan pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Pengertian evaluasi jika dikerucutkan berhubungan
dengan hasil informasi mengenai nilai atau manfaat dari hasil kebijakan yang pada
kenyataannya mempunyai nilai.[1]
Evaluasi
adalah aktivitas untuk mengetahui sejauh mana suatu program telah terlaksana
atau belum terlaksana dan berhasil atau gagal sesuai dengan yang diharapkan
atau tidak. Menurut Supandi, evaluasi merupakan upaya menganalisa nilai-nilai
dari fakta-fakta suatu kebijakan. Sehingga dalam hal ini tidak hanya sekedar
mengumpulkan fakta mengenai kebijakan, melainkan juga membuktikan fakta-fakta
tersebut mempunyai nilai atau tudak jika dibandingkan dengan kriteria yang
telah ditentukan.
Jones mengartikan evaluasi kebijakan sebagai suatu kegiatan yang dirancang untuk menilai hasil-hasil dari program
pemerintah yang dengan objek, teknik pengukuran dan metode analisisnya.[2]
Menurut
Stufflebeam, evaluasi berarti proses penggambaran, pencarian dan pemberian
informasi yang bermanfaat dalam menentukan alternatif keputusan. Menurut
Anderson, evaluasi merupakan proses yang menetukan hasil yang telah dicapai
yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Menurut Suharto,
kebijakan merupakan suatu ketetapan yang menganut prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana untuk mencapai tujuan.[3]
Setelah
mengetahui definisi evaluasi menurut beberapa pendapat diatas, penulis dapat
menyimpulkan, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai
dan mengukur program dari semua aspek untuk mengetahui apakah program tersebut
sudah terlaksana atau belum, sesuai dengan perencanaan dan harapan atau belum.
Sedangkan
evaluasi kebijakan berarti penilaian terhadap hasil program yang telah
direncanakan dan laksanakan oleh pemerintah. Untuk pengertian evaluasi
kebijakan pendidikan merupakan pengukuran atau penilaian terhadap program
pemerintah yang terfokus dalam ranah kependidikan dalam segala aspek.
B.
Model Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi kebijakan menjadi delapan,
namun tidak semua model ini diterapkan atau sangat jarang digunakan. Berikut
model-model evaluasi kebijakan yang sering digunakan:
1.
Goal Oriented Evaluation, model ini dikembangkan oleh Tyler. Objek dari
model ini adalah tujuan dari program yang ditetapkan sebelum program berjalan
dan evaluasi dilakukan secara berkesinambungan.
2.
Goal Free Evaluation, model ini dikembangkan oleh Scriven. Model ini
berlawanan dengan model pertama atau bisa dikatakan evaluasi lepas dari tujuan
khusus. Sebab, menurut Scriven yang perlu diperhatikan adalah penampilan dari
tiap langkah program. Model ini mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai
oleh program, bukan penilaian secara rinci.
3.
Formatif Summatif Evaluation, model ini juga dikembangkan oleh
Scriven. Model ini dilakukan pada waktu program masih berjalan (formatif) dan
ketika program sidah berakhir (sumatif).[4]
C.
Kriteria Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Menurut Lester dan Stewart dikutip dari Winamo, evaluasi kebijakan dapat
dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda, tugas pertama adalah untuk
menentukan konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkan oleh suatu kebijakan dengan
cara menggambarkan dampaknya. Sedangkan tugas kedua adalah menilai program kebijakan dengan pengukuran
terlaksana atau belum terlaksana dan berhasil atau gagal
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.[5]
Dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja
kebijakan, analisis menggunakan tipe kriteria yang berbeda untuk menganalisis
hasil kebijakan. Kriteria evaluasi hasil kebijakan sebagai berikut:
1. Efektifitas
berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan atau
mencapai tujuan dari diadakannya tindakan.
2. Efsiensi
berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan efektifitas
tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi adalah
hubungan antara efektifitas dan usaha yang terakhir umumnya diukur dari ongkos
moneter. Efisiense biasanya ditentukan melalui perhitugan biaya per unit
produksi atau layanan.
3. Kecukupan
berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan kebutuhan,
nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan
menekankan pada kuatnya hubungan antara
alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.
4.
Pemerataa atau kesamaan erat hubungannya dengan rasionalitas legal
dan sosial dan merunjuk pada distribusi akibat usaha antara kelompok yang
berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang beriorentasi pada pemerataan adalah
kebijakan yang akibatnya atau usahanya distribusi secara adil.
5.
Responsivitas berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok masyarakat tertentu.
Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan
semua kriteria lainnya yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan pemerataan
dianggap masih gagal jika belum menanggapi (respon) terhadap kebutuhan aktual
dari suatu kelompok yang semestnya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
6.
Ketetapan erat berhubungan dengan rasionalitas substantif karena
pertanyaan tentang ketetapan kebijakan tidak bekenaan dengan satuan kriteria
indivindu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersamaan. Ketetapan merujuk
pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang
melandasi tujuan tersebut. [6]
D.
Evaluasi Proses Kebijakan Pendidikan
Evaluasi
kebijakan berarti penilaian terhadap hasil program yang telah direncanakan dan
laksanakan oleh pemerintah. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa
spesifikasi kriteria evaluasi itu beragam begitu pula teknik dan metode analisisnya. Secara umum, proses evaluasi menurut Patton
dan Sawicki (1986) adalah sebagai berikut:
1. Mengdentifikasi
tujuan yang akan dievaluasi.
2. Analisis
masalah yang harus ditangani oleh aktivitas kebijakan tersebut.
3. Deskripsi
dan standarisasi dari aktivitas evaluasi.
4. Pengukuran
tingkat perubahan yang terjadi.
5. Penentuan
mengenai apakah perubahan itu terjadi karena aktivitas atau karena penyebab
lain.
Melihat
proses di atas, dalam mengidentifikasi dan analisis masalah dapat dilakukan
dengan mengajukan beberapa pertanyaan, dimana pertanyaan tersebut membutuhkan
jawaban yang sesuai dengan tujuan program. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan
diantaranya:
1.
Apa hakikat dari isi tujuan tersebut?
2.
Siapa target dari program tersebut?
3.
Kapan perubahan yang diinginkan itu harus muncul?
4.
Apakah tujuan itu bersifat seragam atau beragam?
5.
Seberapa besar pengaruh yang diinginkan?
E.
Permasalahan dalam Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Dalam pelaksanaan evaluasi kebijakan, tidak
terlepas dari masalah-masalah yang sering terjadi pada saat pelaksanaan
evaluasi ini, diantaranya:
1.
Apabila tujuan kebijakan
tidak jelas, ketidakjelasan dapat disebabkan oleh adaya kompromi yang
dipaksakan yang terjadi pada langkah pertama pembuatan kebijakan.
2.
Cepatnya perkembangan
masyarakat. Perkembangan masyarakat ini dianggap masalah karena dapat
menyulitkan evaluasi kebijakan, karena jika masalah pada masa ini diselesaikan
maka sudah tidak relevan dengan masa yang akan datang yang pasti diikuti dengan
masalah yang baru.
3. Ketidakjelasan masalah. Hal ini berkaitan dengan sumber
dan gejala masalah dimana beberapa pihak mengasumsikan sumber dan gejala
masalah sesuai dengan pandangannya, sehingga sumber dan gejala masalah dianggap
tidak jelas.
4. Adanya hubungan masalah satu dengan yang lainnya yang
membutuhkan pemecahan yang sama.
5. Subjektifitas masalah. Hal ini dilihat dari sudut pandang
orang satu dengan yang lain dimana mereka mempunyai persepsi yang berbeda
mengenai masalah kebijakan.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi
kebijakan merupakan penilaian terhadap hasil-hasil program kebijakan dimana
penilaian ini melihat seberapa jauh tujuan dari program kebijakan terlaksana. Banyak ahli yang mengemukakan tentang
model-model yang digunakan dalam evaluasi kebijakan. Salah satunya, Kaufman dan
Thomas yang berpedapat ada delapan model yang dapat digunakan dalam evaluasi
kebijakan pendidikan (goal orientation, goal free, formatif-summatif
evaluation, dll).
Dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja
kebijakan, analisis menggunakan tipe kriteria yang berbeda untuk menganalisis
hasil kebijakan, diantaranya: efektifitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketetapan.
Proses dan tahapan evaluasi menururt Patton dan Sawicki (1986) secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1.
Mengdentifikasi tujuan yang akan dievaluasi.
2.
Analisis masalah yang harus ditangani oleh aktivitas kebijakan
tersebut.
3.
Deskripsi dan standarisasi dari aktivitas evaluasi.
4.
Pengukuran tingkat perubahan yang terjadi.
5.
Penentuan mengenai apakah perubahan itu terjadi karena aktivitas
atau karena penyebab lain.
Dalam
setiap program termasuk evaluasi kebijakan pastilah terdapat masalah-masalah yang
mengiringi jalannya suatu program. Masalah-masalah yang terdapat pada evaluasi
kebijakan salah satunya adalah subjektifitas masalah. Hal ini dilihat dari sudut pandang
orang satu dengan yang lain dimana mereka mempunyai persepsi yang berbeda
mengenai masalah kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, dkk.2009. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
digilib.unila.ac.id.pdf.
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2016.
Fattah, Nanang.
2012. Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Imron, Ali. 2012. Kebijaksanaan Pendidikan Di Indonesia (Proses, Produk, dan Masa
Depannya). Jakarta:
Bumi Aksara.
Rusmawati, dkk. 2014. Evaluasi
Kebijakan Pendidikan Dasar Dan Menengah (Dikdasmen) Provinsi Kalimantan Timur
Dalam Rangka Pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 Tahun Di Kota Samarinda,
Jurnal Administrative Refrom, Vol 2, No 3.
[1]
Nanang Fattah, Analisis Kebijakan
Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 234.
[2]
Ali
Imron, Kebijaksanaan Pendidikan Di Indonesia (Proses, Produk, dan Masa
Depannya), (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 86-87.
[3]
Rusmawati,
Masjaya, Muhammad Noor, Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Provinsi Kalimantan
Timur dalam
Rangka Pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kota Samarinda, Jurnal Administrative Refrom,
Vol 2, No 3, 2014, 1761.
[4] Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin A. J, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), 41-43.
[7]
Nanang Fattah, Analisis Kebijakan
Pendidikan., 247.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar